Jakarta, – Penerbitan Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2019 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah menimbulkan kegaduhan di kalangan stakeholder bidang Pendidikan Non Formal-Informal (PNFI), sebab kewenangan pendidikan tersebut dihilangkan. Hal tersebut juga tidak disetujui oleh Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dede Yusuf Macan Effendi yang mengaku akan memperjuangkan para stakeholder PNFI mendapatkan haknya kembali dengan cara mendorong pemerintah merevisi Perpres tersebut.
Hal tersebut ia sampaikan usai melakukan pertemuan dengan Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau beserta jajaran dan para stakeholder dari PNFI di Gedung Daerah Tanjung Pinang, Provinsi Kepulauan Riau, Kamis, 23 Januari 2020. Dede mengungkapkan dengan terbitnya Perpres tersebut berarti mengancam institusi-institusi pendidikan yang telah mengakar di masyarakat yang selama ini hadir untuk menyeimbangkan kesenjangan pengetahuan dan ketrampilan anak-anak kurang mampu.
“Yang dilatih dan dididik itu mencapai hampir sekitar tujuh juta lebih per tahun. Ketika kemudian ini tidak masuk di dalam Perpres ataupun di dalam Permendikbud tentu sekian juta orang ini akan bertanya-tanya. Untuk pendidikan formal saja masih kerepotan antara jarak, lokasi, kurangnya guru dan sebagainya, maka masih sangat dibutuhkan pendidikan nonformal dan informal yang dilakukan oleh masyarakat,” ujar Dede.
Selanjutnya, menurut politisi Partai Demokrat itu juga apabila Direktorat Jenderal yang menaungi PNFI ini dihapuskan, maka banyak lembaga seperti Lembaga Kursus dan Kepelatihan (LKP), Sanggar Kegiatan Belajar (SKB), Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) dan Pondok Pesantren akan semakin dikucilkan posisinya. Padahal beberapa jenis PNFI ini telah berjuang mengabdi kepada negara untuk mencerdaskan anak-anak yang tidak mendapatkan pendidikan layak (formal).
“Bagaimana mungkin yang dia putus sekolah, dia harus belajar lagi di sekolah. Atau orang yang usianya sudah bekerja dia harus sekolah lagi bersama-sama dengan anak SMP atau SMA. Nah ini saja sudah menjadi satu masalah dan banyak hal-hal lainnya yang termasuk juga home schooling kemudian pendidikan kursus. Di Dirjen vokasi, memang ada dirjen vokasi tetapi kalau kita berbicara vokasi formal itu adalah SMK dan LPK,” tambahnya.
Legislator dapil Jawa Barat II itu mengatakan bahwa hal ini masih akan terus dikaji oleh DPR RI untuk mendorong Pemerintah melakukan revisi. Sementara itu, pihak Kemendikbud menurutnya saat ini tengah melakukan restrukturisasi kelembagaan sehingga masih sulit untuk diminta penjelasannya terkait hal tersebut. “Bagi kami di Komisi X semua ini masih rancu. Artinya adalah bahwa langkah pak nadhiem yang begitu cepat ini tidak bisa diikuti oleh birokrasi. Nah itulah makanya kami menginginkan agar ini harus ajeg dulu,” tukasnya. (Radarbangsa.Com)