Tanjungpinang, – Rombongan kunjungan kerja tersebut, dipimpin Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Dede Yusuf Macan Effendi Fraksi Partai Demokrat dan dihadiri anggota komisi X DPR RI dari fraksi PKS, PDI-P, Nasdem, PAN, Gerindra, PKB, dan Golkar. Kepri, Kamis (23/1/2020)
Wali Kota Tanjungpinang H. Syahrul, S.Pd, menilai pendidikan non formal masih sangat dibutuhkan dalam dunia pendidikan di Indonesia, termasuk di kota Tanjungpinang.
“Pendidikan formal harus saling menunjang dengan pendidikan non formal untuk mendorong keberhasilan pendidikan di sekolah itu sendiri. Jadi, ini harus dipertahankan,” ucap Wali Kota.
Hal itu, disampaikan wali kota saat berdiskusi dengan Komisi X DPR RI saat melakukan kunjungan kerja spesifik ke Provinsi Kepulauan Riau, dalam rangka pemantauan penyelenggaraan pendidikan non formal – Informal (PNFI), di Gedung Daerah Tanjungpinang, Kepri, Kamis (23/1/2020).
Menurut wali kota, pendidikan non formal sangat membantu guru-guru di sekolah, utamanya anak-anak yang kurang pada mata pelajaran tertentu atau untuk menghadapi ujian nasional.
Karena, sejak berlakukan aturan saber pungli, guru-guru tidak lagi memberikan tambahan pelajaran kepada murid-murid di sekolah, tetapi orangtua disarankan agar anak-anaknya mendapatkan tambahan pelajaran di tempat pendidikan non formal,”
“Jadi, pendidikan non formal penting agar keberhasilan anak dalam target-target yang ditetapkan masing-masing sekolah bisa di akomodir dengan baik,” ucap pria yang pernah menjadi guru selama 33 tahun ini.
Dikatakan Syahrul, pemko Tanjungpinang sudah mengakomodir amanat Undang-Undang tentang alokasi anggaran pendidikan sebesar 20%, dan telah kita alokasikan sebesar 24%. Sedangkan untuk kesehatan 10%, kita alokasikan 12%.
“Semua kita lakukan untuk penataan pendidikan lebih berkualitas dan kebutuhan masyarakat,” tambah Syahrul.
Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dede Yusuf menjelaskan kunjungan kerja ini bertujuan untuk mencari solusi terkait Perpres nomor 82 tahun 2019 tentang Kemendikbud dan Peraturan Kemendikbid nomor 45 tahun 2019 tentang nomenkelatur kemendikbud.
Dijelaskan Dede, dalam perpres dan nomenklatur tersebut, ada penggabungan di kemendikbud dengan Dikti dari 10 Ditjen menjadi 7 Ditjen dan satu Ditjen ada yang tidak terakomodir atau dihapuskan yakni Ditjen PAUD dan pendidikan masyarakat (dikmas).
Padahal, saat ini jumlah pendidikan non-formal se-Indonesia mencapai 20.000 lembaga dengan jumlah peserta yang telah dididik dan dilatih mencapai 7 juta per tahun.
Contohnya lagi, mereka yang putus sekolah bisa lewat paket A, B, dan C. Kalau ini bergabung dengan formal, apakah mereka yang usianya sudah lanjut mau belajar dengan anak-anak SMA.
Apalagi, dari masukan yang disampaikan pemda tadi, untuk pendidikan formal saja masih kerepotan, baik dari sisi jarak, lokasi, kurangnya sekolah, guru, dan sebagainya.
“Kalau dihapuskan pasti jadi masalah karena masyarakat masih membutuhkan akses pendidikan non formal. Melihat kondisi inilah, komisi X kurang setuju dan perlu ada revisi dari perpres dan nomenklatur tersebut,” ucap Dede.
Diakui Dede, perpres itu memang domainnya pemerintah, tetapi ketika masyarakat protes, menjadi kewenangan DPR untuk dilakukan pengawasan.
Pasalnya, alokasi anggaran yang kita berikan kepada kemendikbud untuk pendidikan non-formal (PNFI) melalui dana DAK 2019 sebesar Rp6,6 triliun.
Sedangkan DAK 2020 untuk bantuan operasional pendidikan kesetaraan dan fisik senilai Rp6,58 triliun kepada 2.170 lembaga PAUD, 252 dan 882.456 peserta didik kesetaraan.
Sementara, DAK Kepri 2020 untuk bantuan operasional pendidikan kesetaraan terdiri dari Kabupaten Natuna Rp314 juta, Anambas Rp163 juta, Karimun Rp1.144 miliar, Lingga Rp264 juta, Bintan Rp641 juta, Kota Tanjungpinang Rp784 juta, dan Batam Rp3.841 miliar.
Sedangkan untuk fisiknya, Kabupaten Natuna Rp208 juta, Karimun Rp602 juta, Bintan Rp766 juta, Kota Tanjungpinang Rp602 juta, dan Batam Rp883 juta.
Artinya, jika program itu tidak ada nomenklaturnya, maka tidak mungkin akan turun anggarannya. Karenanya, kami merencanakan kedepan ini akan melakukan revisi Undang-Undang Sisdiknas.
“Memang akan memakan waktu, namun kami menggangap pendidikan non formal dan masyarakat masih sangat dibutuhkan negara kita,” katanya.
Untuk itu, Dede mengharapkan kepada bapak ibu pejabat pemda dan pelaku pendidikan bisa memberikan informasi kepada kami, bagaimana peran PNFI, dikmas, maupun LKP kepada sektor pembangunan SDM di wilayah daerahnya masing masing.
“Ini akan menjadi catatan kami sebelum melakukan rapat kerja dengan kemendikbud,” tutupnya.
Diskusi itu, turut dihadiri Asisten II Bidang Ekonomi dan Pembangunan Pemerintah Provinsi Kepri, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota se-Provinsi Kepri, serta pimpinan pendidikan non formal se- provinsi Kepri. (Info Publik)