BALEENDAH – Komisi IX DPR RI mengusulkan agar pemerintah segera mencari titik temu yang mengatur pengelolaan program jaminan sosial ketenagakerjaan (jamsostek) bagi Aparatur Sipil Negara (ASN), Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) dan pekerja non ASN.
Hal ini dinilai cukup mendesak untuk mengakhiri dualisme pengelolaan program jaminan sosial ketenagakerjaan ASN, PPPK dan pekerja non ASN yang saat ini masih terpecah antara Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjan dan PT Taspen (Persero), termasuk Asabri untuk TNI
Ketua Komisi IX DPR RI Dede Yusuf menegaskan bahwa sejak awal posisi DPR tetap mengacu kepada UU No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS, sehingga seharusnya patuh terhadap isi undang-undang tersebut.
“Tentu dalam konteks ini kita melihat Undang-undang Nomor 24 tahun 2011, yang menyatakan BPJS Ketenagakerjaan sebagai pelaksana jaminan sosial ketenagakerjaan, seharusnya ASN juga masuk ke BPJS Ketenagakerjaan. Tapi, PT Taspen pun bersikeras untuk tetap mengelola pensiunan PNS dengan dsar UU ASN,” kata Dede Yusuf, kepada wartawan saat kunjungan kerja di Baleendah, Sabtu (30/3/19).
Untuk itulah, imbuh Dede, harus ada peraturan pemerintah serta due dilegence atau uji kelayakan yang saling mengkapitalisasikan potensi masing-masing sebelum merger pelaksana jamsos ketenagakerjaan pada 2029 mendatang sesuai amanat undang-undang.
“Komisi IX berharap semua semua jaminan sosial ketenagakerjaan bisa masuk ke BPJS Ketenagakerjaan. Pemerintah harus cari titik temu, jangan dibiarkan seperti rebutan market. Contohnya, pekerja honorer tidak masuk CPNS, maka akan kategori Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), perlindungan mereka untuk pensiunnya ka bisa dikelola BPJS Ketenagakerjaan,” sebut Dede.
Kendati begitu, masih banyak target market yang perlu digarap oleh BPJS TK sendiri. Dede menyebut Komisi IX DPR RI telah memberikan mandat agar asuransi jaminan bagi Pekerja Migran Indonesia (PMI) atau TKI, diberikan semuanya kepada BPJS TK.
“Ada kurang lebih ada sekitar 5 juta peserta baru dari PMI ini yang diberikan semuanya kepada BPJS Ketenagakerjaan. Kenapa demikian, karena BPJS TK asetnya mencapai ratusan triliunan rupiah tapi jumlah kepesertaanya baru 40 juta. Targetnya harus sama, kurang lebih jumlah pekerja kita kurang lebih 130 juta pekerja, jadi masih jauh,” ungkap Caleg DPR RI Jabar II dari Partai Demokrat ini. Untuk itu pihaknya terus meng-endorse agar BPJS lebih banyak menyasar untuk sektor informal yang jumlahnya sekitar 80 juta orang. “Maka BPJS Ketenagakerjaan ini kita minta bekerja untuk fokus saja dulu menggarap sektor informal,” pungkas Dede.*